Dililit garis polisi. Rumah itu masih dijaga ketat. Hingga Minggu 24 April 2011 belasan polisi bersiaga di sana. Jalan Seruni Kelurahan Pejuang, Bekasi Barat. Itu rumah kontrakan Alwi Hasmi, mertua Pepi Fernando. Pepi ditetapkan polisi sebagai tersangka teroris.
Sang menantu yang jarang dirumah itu ditangkap polisi di Nangroe Aceh Darusallam. Dia disangka polisi pemimpin teror bom buku yang merebak pertengahan Maret lalu. Dia juga diduga terkait dengan sejumlah bom yang ditemukan di Gading Serpong, Desa Cihuni, di Tanggerang. Bom itu ditemukan polisi Kamis pagi, 21 April 2011.
Sepuluh jam lebih polisi menyisir daerah itu. Sembilan paket bom ditemukan. Berat setiap paket bervariasi antara 10 hingga 15 kilogram. Barang jahaman berdaya ledak tinggi itu ditemukan di sekitar Gereja Christ Catedral. Bom juga diletakkan di gorong-gorong jalur pipa gas.
Menurut polisi bom akan diledakan Jumat, 22 April, bertepatan dengan kebaktian Paskah.
Jika informasi polisi itu benar, bom itu tampaknya hendak diledakkan dengan target korban yang banyak. Itu sebabnya semenjak temuan sejumlah bom ini, pemerintah menetapkan siaga satu untuk seluruh wilayah Indonesia.
Polisi mengendus bom di Serpong itu setelah menangkap sejumlah tersangka teroris, yang terkait dengan bom bunuh diri di Masjid Polresta Cirebon, Jumat 15 April 2011 dan teror bom buku. Jumlah yang ditangkap 20 orang. Polisi menduga Pepi adalah otak kelompok ini.
Polisi menggerebek kediaman mertua Pepi itu, Kamis 21 April 2011. Empat mobil bersiaga di depan. Belasan polisi masuk rumah. Mereka menyita sejumlah granat, bom buatan yang sudah jadi dan bahan baku pembuat bom.
Jumlahnya cukup banyak. Di antaranya adalah satu granat nanas, bom model kaleng lima buah, casing bom model roruniket yang belum terisi. Satu buah adonan bahan peledak dengan diameter 3 cm, casing bom model kotak satu buah, solder satu buah, timer jam dinding dan sejumlah ramuam bom lain.
Polisi bergerak cepat. Semua bom yang sudah jadi alias siap ledak, diserahkan kepada Gegana untuk dijinakkan, “Sedangkan bahan yang lain dianalisa tim laboratorium Mabes Polri,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Komisari Besar Polisi, Boy Rafli Amar di Jakarta, Minggu 24 April 2011.
Jarang di Rumah
Siapa Pepi Fernando? Belum banyak data yang bisa diungkap. Para tetangganya di kelurahan pejuang juga tidak terlalu mengenalnya. Sebab dia jarang pulang ke rumah. Paling rajin sepekan sekali pulang. Itu pun dia jarang keluar rumah. “Pepi memang jarang pulang,” kata Namsur, Ketua RT 08/RW 19, tempat kontrakan sang mertua. Warga di sana cuma mengenal Pepi itu sebagai menantu Alwi Hasmi.
Sang mertua ini sejatinya sudah menetap selama 9 tahun di RW 19 itu. Tapi lantaran rumahnya direnovasi dia sempat berpindah-pindah. Alwi, misalnya, tercatat pernah mengontrak rumah di tiga RT yang berbeda di RW 19 itu. Berturut-turut dia menyewa rumah di RT 03, RT 10 dan yang terakhir di RT 08 itu.
Di kontrakan RT 08 itu keluarga ini baru sebulan. Menurut Namsur, saat pindah Alwi Hasmi tidak menyerahkan kartu keluarga. “Hanya Kartu Tanda Penduduk saja,” katanya. Walhasil sang ketua RT ini tidak terlalu tahu soal menantu Alwi ini. Apalagi aktivitasnya.
Identitas Pepi Fernando ini cuma terkuak sedikit dari kepolisian. Dia lahir tahun 1979. Pepi adalah lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. “Dia lulus tahun 2001,” kata Boy Rafli Amar. Pihak UIN sendiri masih menyelidiki kebenaran informasi dari kepolisian ini.
Menurut polisi, Pepi pernah bekerja sebagai reporter infotainment di sebuah rumah produksi. Berita-berita tentang para pesohor rumah produksi itu ditayangkan di sebuah televisi swasta di Jakarta. Lantaran pernah bekerja di infotainment itu, Pepi dikenal sejumlah pekerja media.
Aksi Pepi inilah, kata polisi, yang diduga menyeret nama kameraman Global TV yang berinisial IF. Dan IF ini adalah orang ke 20 yang ditangkap polisi di rumahnya di kawasan Halim Jakarta Timur pekan lalu.
Menurut keterangan kepolisian, Pepi pernah mengajak IF bertemu sebelum kasus bom buku marak Maret 2011. "IF dan Pepi ini sifatnya menyampaikan," kata Boy. "Informasi yang disampaikan akan ada aksi teror terutama pada hari Jumat, ditawarkan pada IF, informasi ini sifatnya peliputan," kata Boy.
IF sendiri, lanjutnya, tidak berhubungan dengan jaringan ini. Artinya dia bukan anggota jaringan. Dia hanya berhubungan dengan Pepi Fernando. Keterlibatan IF hanya semenjak kasus bom buku itu marak. “Sebelumnya tidak pernah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Densus 88,” kata Boy.
Itu sebabnya, lanjut Boy, IF masih mungkin bebas jika dalam pemeriksaan polisi dia memang tidak terlibat. “Apakah IF melanggar undang-undang terorisme, tunggu 7x24 jam,” kata Boy.
Hingga kini masih menyelidiki hubungan antara jaringan yang diduga dipimpin Pepi ini, dengan kelompok teroris yang sudah lama beroperasi di Indonesia.